Waqi'ah Kuçeçwara (2)

 Air hujan terus mengucur dan makin deras, gemuruh pun bersahutan dengan suara keras. Keadaan yang bisa disikapi dengan khusnudzan bahwa Allah SWT sedang meremajakan tanaman dengan memberi mereka minum yang tiada terkira, mensuply persediaan air tanah, mengalirkan sungai-sungai yang untuk sementara diisi manusia dengan jutaan sampah, dan masih banyak lagi hikmah dari derasnya hujan bahkan misalnya badai yang terjadi. Allah adalah Dzat Yang Maha Memberi, dan semua ciptaan serta pemberian Allah SWT pasti membawa manfaat kepada semua mahluk-Nya. 

Allaahu an-Naafi' .... Allah Dzat Yang Maha Memberi Manfaat

Kiranya kalimat itulah yang dapat menjadi gambaran dari pesan kedua baginda Nabi agar dosa sebesar apapun dapat diampuni. Pesan baginda Nabi yang disampaikan Ustadz Anas adalah memberi manfaat kepada yang lain. Tidak hanya kepada manusia, kepada hewan dan tetumbuhan di sekitar kita, kita bisa memberi kemanfaatan. Dan contoh yang paling mudah adalah tidak menggunjing orang lain. 

Di era media sosial yang makin hari makin tinggi intensitas pemakainya ini, setiap orang dapat dengan mudah memberi dan mendapat informasi, terlepas dari valid atau tidaknya apa yang didapat. Oleh karena itu sebagian orang memanfaatkan hal yang demikian dengan menyebarkan informasi yang luar biasa (bohongnya, halunya, kontroversialnya, ngawurnya) hanya untuk sekedar mencari popularitas alias pansos, tanpa memperhatikan isi, nilai, dan kebaikan apa yang bisa didapatkan orang lain melalui informasi yang dibagikan.

Hujatan ke arah lawan politik, saingan bisnis, rival kerja, bahkan kepada orang yang dianggap tokoh agama dan tokoh pemerintah sangat mudah didapati di media sosial. Apakah mereka yang menghujat adalah orang bodoh ? Apakah yang mencaci adalah orang yang tidak pernah sekolah ? Apakah yang menebar ujaran kebencian dan fitnah adalah orang-orang yang tidak kenal agama ? Mereka semua pinter, jadug dalam menggunakan teknologi, tahu dan mengerti nilai sosial dan nilai agama, tapi semuanya itu tidak memberikan manfaat dalam perbuatan dan ucapan mereka.

Tidak ada artinya menghujat kepada sesama, tidak ada gunanya menebar kebencian kepada pihak yang bersebarangan, toh semuanya berjalan meurut kehendak dan takdir Yang Maha Kuasa. Dia-lah Allah Kausa Prima pemegang kendali seluruh semesta, dan Dia yang bertanggung jawab terhadap isinya. Apapun yang sudah, sedang, dan akan terjadi berada dalam tanggung jawab-Nya.

Ustadz Anas megisahkan seorang wali agung Syaikh Abdul Qadir al-Jailani RA. Seorang pemimpin para wali yang pernah didatangi seorang fasik yang gemar minum arak. Orang fasik itu berkata, 

"Wahai Syaikh, engkau adalah orang alim, kata orang-orang engkau juga seorang kekasih Tuhan, bajumu bersih, muridmu banyak, gamismu rapi dan wangi, pengikutmu pun tidak sedikit, aku ingin bertanya kepadamu Syaikh"

"Silahkan kisanak, apa yang ingin kau tanyakan"

"Aku ini seorang yang jauh dari yang disebut agama, tapi aku percaya adanya Tuhan. Hobiku minum arak, entah sudah berapa ratus liter yang kutenggak. Apakah Tuhan bisa merubah  aku yang sebejat ini menjadi alim dan shalih sepertimu ? Apakah Tuhan bisa merubah aku yang sudah rusak ini menjadi lebih alim dan lebih shalih darimu ? Apakah Tuhan bisa merubahmu yang shalih dan alim menjadi ahli maksiat seperti keadaanku ?"

Terperanjat Syaikh Abdul Qadir mendengar penuturan tamunya itu. Tak kuasa dibendungnya air mata dan menetes jua. Syaikh Abdul Qadir sujud dengan sangat lama sembari menangis kepada Allah Ta'ala. Mengharap agar Allah SWT menjaga keimanan dan kebaikannya serta mengiba kepada-Nya agar Dia berkenan merubah ahli maksiat yang telah bertanya tadi menjadi orang yang lebih baik dan taat beribadah. 

Dari sepenggal hikayat diatas bisa kita ambil hikmah bahwa seorang pemabuk pun bisa membuat Syaikh Abdul Qadir al-Jailani RA menangis dan memohon kepada Allah agar menetapkan keimanan dan keshalihannya. Dan sekaliber Syaikh Abdul Qadir al-Jailani RA, wali agung sejagat mau menerima tamu yang entah darimana asalnya, pemabuk, dan memberinya pertanyaan yang bisa dibilang seakan menyindir kewaliannya. 

Jangan pernah meremehkan orang lain, siapapun dan darimana pun mereka. Mereka adalah titah Allah Ta'ala dan menemui kita pun atas kehendak-Nya. Tugas kita adalah memberi manfaat, menyampaikan karunia Allah SWT yang dititipkan kepada kita sehingga bisa bermanfaat bagi mereka, mungkin ilmu, mungkin harta, mungkin ucapan yang baik, nasihat, dsb. 

Memberi manfaat kepada orang merupakan salah satu sebab Allah mengampuni dosa-dosa kita. Betapa tidak ? Dengan memberikan manfaat kepada orang lain, berarti kita juga turut serta menyampaikan kasih sayang Allah, karunia Allah kepada mahluk-Nya. Seorang pelacur pun diampuni dosanya oleh Allah SWT karena memberi minum seekor anjing, sekaliber Imam al-Ghazali diberikan rahmat oleh Allah SWT berupa surga karena membiarkan seekor lalat meminum tinta yang sedianya digunakan untuk menulis kitab yang menjelaskan ilmu agama. Dan masih banyak lagi contoh yang menjelaskan bahwa sangat besar keutamaan dari memberikan manfaat kepada sesama.

Sebuah intisari mau'idzah hasanah dari Ustadz Anas, penghulu viral dari Kota Malang yang malam hari itu berkenan memberikan kemanfaat kepada kami, jama'ah Waqi'ah Indonesia berupa nasihat yang luar biasa yang bersumber dari hadits baginda Nabi SAW. Nabi yang selalu mengajarkan agar hidup menjadi berarti dan bermakna dengan selalu menebarkan manfaat kepada sesama.

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Nabi SAW berpesan "Sebaik-baik manusia adalah yang memberi kemanfaatan bagi sesama manusia"

Sebuah kalimat terahir dari Ustadz Anas, semoga berkah ... al-faatihah.




Komentar