Setiap agama pasti mengajarkan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, mengasihi sesama, dan berbuat untuk kebaikan alam semesta. Saat ini peran mulut untuk berbicara bisa diwakili dengan jari-jari tangan kita. Pengerahan alat bernama media sosial elektronik dengan jaringan internet yang jangkauannya sangat luas akan menjadi sebuah cara jitu dalam menyebarkan informasi. Mulut yang jangkauannya hanya mampu dengan tutur tinular, gethok tular, akan kalah dengan kemampuan medsos yang dalam sekian detik seluruh penggunanya dapat mengakses informasi yang kita bagikan. Dalam hal yang demikian maka kita dituntut untuk lebih berhati-hati dalam memberi dan membagikan informasi.
Harus ada filter bagi kita yang akan memberikan informasi, pertimbangan
latar belakang sosial budaya, agama, politik, dan berbagai aspek yang menjadi background
dari calon penerima informasi kita harus dipertimbangkan terlebih dahulu.
Pengambilan keputusan yang tepat akan membawa dampak yang positif, begitu pula
sebaliknya.
Kalau dulu langgar atau mushalla dan masjid di kampung-kampung memiliki toa
yang digunakan untuk memberikan informasi tentang masuknya waktu shalat. Mundur
lagi ke masa yang lebih tua ada kentongan yang selain digunakan untuk
memberikan informasi waktu shalat, digunakan juga untuk memberikan informasi
terkait bencana alam, kemalingan, kebakaran, dll. Kalau toa bisa digolongkan
menjadi alat komunikasi modern dan kentongan sebagai alat komunikasi
tradisional, keduanya masih punya unggah-ungguh dan ciri khas dalam penggunaannya
untuk menyampaikan informasi.
Misalnya jika kentongan ditabuh tiga ketukan berturut-turut maka tandanya
ada orang meninggal, kalau kentongan ditabuh tengah malam satu ketukan beberapa
kali dalam tempo yang pelan, maka informasi yang diberikan adalah saat itu
tepat pukul satu dini hari, dst. Begitu pula toa, jika digunakan untuk
mengumandangkan adzan biasanya didahului dengan membaca tasbih, tahmid,
tahlil, takbir, hauqalah, dan shalawat, kemudian adzan dan
dilanjutkan dengan pujian serta iqamah. Berbeda jika digunakan untuk
mengumumkan kematian seseorang, biasanya diawali dengan salam dan bacaan tarji’
yang bernada datar, kemudian disebutkan kabar kematian itu.
Itu adalah contoh kecil dari fenomena alat komunikasi sebelum jejaring media
sosial merambah kehidupan kita. Ada unggah-ungguh dan ciri khas dalam
penggunaannya. Akan tetapi saat ini, sungguh luar biasa yang kita lihat di wall
media sosial kita masing-masing. Ghibah, fitnah, adu domba, dll sangat
mudah kita cari dan temukan.
Jika informasi yang diberikan adalah informasi yang valid, maka akan
menambah wawasan positif bagi penerimanya. Meskipun demikian, masih ada
kemungkinan bahwa informasi yang valid pun akan membawa dampak yang negatif
bagi penerimanya. Misalnya, informasi tentang makin meningkatnya angka kematian
di masa pandemi covid-19. Memang masyarakat perlu diperingatkan akan bahaya
dari covid-19, akan tetapi masyarakat juga perlu diberikan ketenangan dan
semangat dalam menghadapi wabah pandemi. Masyarakat yang notabene-nya
kalangan menengah kebawah akan sangat dirugikan jika setiap hari bermunculan
berita kenaikan angka kematian karena covid-19, mereka takut keluar rumah, mereka
takut berinteraksi dengan tetangga kanan-kiri, dll.
Kebijakan dalam bersikap memang sangat sulik dilakukan, karena dalam
bersikap bijak ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Tidak gegabah gebyah
uyah podo asine, semua dianggap sama. Memberikan informasi seyogyanya
diperhatikan siapa yang akan mengakses informasi tersebut, untuk apa informasi
dibagikan, dan apa dampaknya. Dalam mengambil keputusan kita sebagai manusia
diperintah oleh Tuhan untuk berbuat adil. Artinya dalam membagikan informasi
pun, kita harus adil. Jika kita memberikan informasi yang menyatakan larangan,
maka harus ada informasi berisikan perintah. Kalau ada informasi himbauan untuk
menyelesaikan masalah, maka harus ada juga informasi tentang trik-trik atau shortcut
dan jalan pintas untuk secepat mungkin masalah teratasi. Entah itu ekonomi,
politik, pendidikan, dll. Tuhan memberikan lambang dua mata didepan, dua
telingan dibagian samping kepala, dua rongga hidung, dan satu mulut, adalah
agar manusia melihat dan mendengar fakta, kemudian merenungkannya untuk masa
depan dan keberlangsungan hidup orang banyak, baru kemudia ia bicara untuk
menyampaikan informasi buah perenungannya itu.
Komentar
Posting Komentar