Salim, Mushafahah Virtual

    Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, tata karma. Dalam berinteraksi dengan siapapun ada aturan yang harus dipatuhi. Aturan atau unggah-ungguh utamanya ketika berinteraksi dengan orang tua. Dalam kebiasaan masyarakat Indonesia ada yang disebut salim. Salim merupakan istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebut kegiatan mencium tangan yang dilakukan murid kepada guru, atau orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan. 

    Dalam konsep pendidikan pesantren dikenal istilah mushafahah atau bersalaman. Salaman dilakukan untuk mengakrabkan satu sama lain, sebagai wujud persaudaraan, serta wujud penghormatan. Lebih dari itu, salaman juga dimaksudkan untuk ngalap barokah atau mengambil keberkahan Allah SWT melalui orang yang diajak untuk mushafahah itu. Biasanya mushafahah untuk ngalap barokah dilakukan oleh santri atau murid kepada Kiai atau gurunya. 

    Salaman yang dilakukan para santri ini tentu memiliki dasar yang kuat, sebab dalam tradisi keilmuan Islam tidak diperkenankan orang melakukan sebuah perbuatan tanpa adanya dasar atau dalil yang kuat. Dalam Islam dikenal salah satu dawuh Kanjeng Nabi Muhammad SAW :

مَنْ صَافَحَنِي أَوْ صَافَحَ مَنْ صَافَحَنِي اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barang siapa bersalaman denganku atau bersalaman dengan orang yang bersalaman dengan orang yang bersalaman denganku -dan seterusnya- sampai hari kiamat maka ia akan masuk surga.”(1)

    Meyakini hadits tersebut maka para santri berebut untuk salim dengan Kiai-nya atau Bu Nyai-nya. Begitu juga dengan para murid bersalaman kepada para gurunya. Budaya salim ini untuk membentuk karakter ta’dzim dan takrim, andhap ashor, sopan santun dan memulyakan para Kiai atau guru.

    Tidak hanya santri, para Kiai jika bersalaman dengan sesama Kiai pun acap kali mencium tangan. Dari situlah salah satu penerapan metode amtsal atau memberi contoh dalam pendidikan. Yang mana Kanjeng Nabi sendiri selalu memberikan contoh atau keteladanan dalam mendidik umatnya. Begitu juga dengan guru-guru disekolah, selalu membudayakan bersalaman untuk memberikan contoh kepada para murid agar menjaga ukhuwah, dan dari ukhuwah itulah akan turun keberkahan dari Allah SWT.

    Namun saat ini salim ini belum bisa dilakukan untuk sementara karena adanya wabah Covid-19. Covid-19 merupakan akronim dari Corona Virus Disease - 19. Virus yang mewabah di kota Wuhan, China dan dalam kurun waktu kurang dari enam bulan (terhitung sejak November 2019 hingga Maret 2020) sudah merambah ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Penularan melalui kontak fisik secara langsung dapat terjadi melalui bersentuhan dan jabat tangan. Sedangkan penularan melalui kontak fisik secara tidak langsung adalah melalui bersin, batuk, dan berada di sekitar orang yang terinfeksi  dalam radius 1 meter dan lebih dari 15 menit. (2)

    Penyebaran virus ini begitu cepat sehingga menyebabkan pandemi global. Menyikapi hal tersebut, salah satu upaya untuk mencegah makin banyaknya orang yang terinfeksi covid-19, pemerintah RI menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 16 Maret 2020. 

    Selama masa PSBB semua fasilitas umum ditutup total. Termasuk juga lembaga-lembaga pendidikan. Hal ini membuat lembaga pendidikan dan semua komponennya harus menyesuaikan diri. Termasuk dalam menentukan metode pembelajaran, lembaga pendidikan harus menentukan metode dan alat yang tepat agar pembelajaran tetap dapat dilaksanakan. 

    Jika di Pondok Pesantren atau asrama masih bisa dilaksanakan kegiatan pembelajaran secara tatap muka dengan syarat protokol kesehatan haru dipatuhi dan tempat yang digunakan harus steril. Namun, berbeda dengan di sekolah yang para peserta didiknya datang dari berbagai tempat dan pulang-pergi tiap hari. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran terhadap keselamatan peserta didik. Oleh karena itu sekolah-sekolah menentukan metode pembelajaran khusus selama masa pandemic ini. 

    Diantara metode pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah adalah menggunakan pembelajaran jarak jauh atau daring. Daring merupakan akronim dari dalam jaringan. Artinya pembelajaran dilakukan dengan menggunakan jaringan internet. Para guru dan murid tidak bisa bertemu secara langsung, hanya melalui pertemuan secara virtual. Memang banyak dampak positif yang bisa didapat dari pembelajaran sistem daring. Diantaranya :

1. Peserta didik dan wali murid jadi lebih melek teknologi.

2. Mendekatkan hubungan anak dengan orang tua. Orang tua harus lebih banyak menyediakan waktu untuk mendampingi putra-putrinya belajar.

3. Pembelajaran yang lebih fleksibel

Akan tetapi, faktanya banyak orang tua dan peserta didik yang mengeluh lantaran susah memahami materi pelajaran yang diberikan secara virtual. Mereka ingin agar pembelajaran dilakukan secara tatap muka langsung, sehingga jika ada yang belum dimengerti bisa disampaikan langsung kepada pengajar. 

Dari sini bisa diambil poin bahwa untuk ranah kognitif saja pembelajaran jarak jauh belum bisa efektif, apalagi dalam ranah afektif yang mengedepankan nilai. Jika pembelajaran dilakukan secara tatap muka, peserta didik bisa menunjukkan sikap yang semestinya dilakukan didepan guru, seperti duduk dengan tenang, fokus, diahir pembelajaran bisa salim, dsb. Akan tetapi jika pembelajaran dilakukan secara virtual, tidak menutup kemungkinan peserta didik belajar sambil tiduran, sambil makan, sambil ngobrol, dll sehingga ta’dzim dan takrim kepada guru kurang bisa diterapkan secara maksimal. 

Semoga wabah segera berahir, dan kita mendapat keberkahan dari kesabaran kita hidup ditengah pandemi. 

________________________________________

1. Abil fadhl badr bin abdul ilah al - ‘Amrani, Risalatul Musalsalat karya Abi Abdillah bin Muhammad bin Ja’far bin Idris al-Kitaniy, Daarul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2003., hal. 55

2. Diah Handayani, Penyakit Virus Corona 2019, Jurnal Respirologi Inonesia, VOL. 40, No. 2, April 2020, hal. 122






Komentar