Buruh dan SK Staff Covid-19

Semua manusia adalah buruh, mereka bekerja menurut tata kosmos keseimbangan alam semesta dengan Allah SWT sebagai Maha Bos-nya, para malaikat sebagai staf-Nya, dan setan-setan sebagai pemicu human errornya. Apabila sudah terjadi error, maka Allah SWT sebagai Maha Juragan yang Maha Kasih masih menyediakan problem solving melalui uswatun hasanah Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Mengapa harus Muhammad ?

Karena Allah sendiri yang menyatakan bahwa untuk bisa menggapai keridhoan-Nya kita harus melalui jalan cinta kepada Baginda Muhammad SAW.

Bukankah Muhammad juga manusia biasa ?

Ya, Muhammad juga manusia biasa yang bisa lapar, haus, lelah, berkeringat, sakit perut, bahkan pernah sakit karena disantet oleh Labib al-Asham. Tapi Muhammad SAW selalu dibimbing oleh Allah SWT, sehingga setiap langkahnya mencerminkan kepatuhan seorang hamba, buruh terhadap Maha Juragan-nya. Muhammad adalah manusia tapi bukan sekedar manusia.

Dalam kehidupan, umat manusia yang meniru Nabi Muhammad sebagai figur utama ngawula kepada Allah pasti juga akan mengalami ujian atau cobaan, hanya dengan tingkatan yang berbeda. Saat ini manusia diseluruh dunia sedang diuji secara masal dengan mahluk kecil yang besar, yang untuk saat ini kita sebut Covid-19.

Berbagai respon dilakukan manusia terhadap adanya wabah ini, ada yang biasa-biasa saja yang penting pasrah, ada yang berusaha menghindar dengan berbagai cara, ada yang nyelimur keadaan dengan dengan membuat canda tawa, hingga ada yang saking tidak kuatnya hatinya menerima ujian hingga memancing di air keruh hiruk pikuk pandemi Covid-19, merampok, mengacau harga barang dipasar, hingga nggaglak hak rakyat yang seharunya diberikan langsung kepada rakyat.

Jika melihat QS. Ar-Ruum ayat 21, diterangkan bahwa semua kerusakan dibumi adalah karena ulah manusia sendiri. Maka manusia juga-lah yang harus bertanggung jawab memperbaiki akibat dari ulahnya itu, tentu atas ijin Allah SWT. 
Ketika Kanjeng Nabi Muhammad SAW sakit karena teluh dari Labib al-Asham, beliau mendapatkan wahyu al-Mu’awwidzatayn yang semua umat Islam hampir bisa dipastikan menghafalnya. 

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya,
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul
dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."

Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
raja manusia.
sembahan manusia.
dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
dari (golongan) jin dan manusia.

Apabila mentadabburi kedua surah tersebut, ada beberapa pertanyaan menurut penulis sebagai bahan introspeksi diri para kawula, buruh ini kepada “Juragan”. 

- Apa yang pertama kali diingat manusia disaat ia bangun dari tidurnya di pagi hari ?
- Adakah manusia berkuasa terhadap semua yang ada dalam genggamannya ?
- Kepada siapakah manusia berserah diri saat tidak ada sedikitpun cahaya sebagai jalan keluar atas  
   masalah-masalahnya ?
- Apakah manusia sudah menjiwai rasa welas asih, saling ngemong, menjaga, merawat terhadap 
   sesama ? Ataukah masih saling mengumbar fitnah dengan penuh rasa iri dan dengki ?
- Suara manakah yang lebih sering didengarkan oleh manusia ditengah gejolak dunia, suara setan-kah 
   atau suara Allah dalam kesunyian-Nya ?

Manusia sebagai buruhnya Gusti Allah mau tidak mau harus tunduk dibawah titah-Nya. Buruh pabrik yang mogok kerja mungkin karena kelaliman atasannya, bisa saja atasannya kemudian mengganti para buruh yang mogok kerja itu dengan robot-robot yang tidak banyak tingkah dan lebih setia. Mungkin buruh yang mogok kerja tidak mendapatkan hak-haknya secara penuh, hak gaji yang cukup, hak uang lembur, hak libur, dan hak-hak lain yang semestinya dicukupi oleh sang juragan.

Tapi Allah sebagai Maha Boss dari buruh-buruh-Nya tidak pernah dan tidak mungkin tidak mencukupi nafkah para buruh-Nya, tidak mungkin memberatkan mereka, dan tidak mungkin menyengsarakan para buruh-Nya dengan memberikan tugas diluar kapasitas dan kemampuan para buruh-Nya itu. Bahkan Allah sudah memberikan fasilitas dan alat kerja sebelum para kawula-Nya diperintahkan melaksanakan tugas-tugasnya.

Kalau ada juragan yang sudah memenuhi kebutuhan kerja buruh-buruhnya, mencukupkan standard gajinya, memberi kesempatan cuti sesuai masanya, dsb tapi buruh masih mogok juga, maka juragan berhak untuk menegur, memperingatkan, atau bahkan memecat buruhnya itu. Allah SWT telah memberikan segala keperluan para kawula-Nya hingga upah yang sangat lebih dari cukup. Tinggal buruhnya Allah itu mau matur nuwon atau tidak, mau bersyukur atau kufur, mau andhap asor atau takabur. Allah sudah memberikan warning bahwa jika buruh-Nya tidak mau matur nuwon , maka akan disiksa dengan siksa yang luar biasa.

Juragan tidak perlu langsung memecat buruhnya, dia punya staff, kaki tangan, centeng, mandor-mandor yang sangat setia kepadanya dan melaksanakan semua perintahnya. Begitu juga Gusti Allah dengan “kesombongan” dan keagungan-Nya, Dia cukup memberi titah sabda pandhita ratu kepada para staff-Nya yang setia untuk member peringatan, pepeling, bahkan siksa kepada kawula-Nya yang lalai akan status dan perannya. Manusia yang congkak dan mbalelo didalam “pabrik”-Nya, buruh yang kurang ajar di “perusahaan” milik Maha Juragan-nya.















Komentar