Waqi'ah Kuçeçwara (1)

Malangkuçeçwara, kalimat indah yang berasal dari Prasasti Kedu yang menunjukkan bahwa Raja Balitung adalah raja yang taat beragama. Malangkuçeçwara, sebuah rangkaian kata yang jika dimaknai secara gamblang adalah Tuhan menghancurkan kebatilan. Semboyan kota Malang, yang didalamnya bermuatan do’a bahwa kota Malang akan menjadi kota yang warganya memiliki jiwa spiritual yang kuat, sehingga taat kepada Tuhan dan sebisa mungkin menjauhi hal-hal yang dilarang oleh-Nya.

Adalah Waqi’ah Indonesia, salah satu bagian dari kota Malang yang berusaha untuk selalu istiqamah dalam menggemakan dzikir baik sirri maupun jahri, dalam rangka menembus langit kota Malang, menghantarkan do’a-do’a kebaikan. Secara berkala baik harian, mingguan, maupun bulanan, kegiatan vaksin rohani selalu dilaksanakan. Pun begitu pula dengan bulan ini, hari Selasa pertama di bulan Desember penghujung tahun 2021.

Mendung menggelayut di ufuk, matahari seakan sedang merajuk. Pagi hari hingga sore berganti, suasana sendu menghiasi kehidupan kota Malang. Petang telah datang, malam pun menjelang. Ba’dha shalat Isya’ jama’ah Waqiah Indonesia mulai berdatangan. Mushalla al-Qana’ah siap menampung orang-orang yang malam itu datang dengan mengharap pencerahan ilmu agama dan keberkahan.

Seperti pada acara-acara yang telah lalu, ayat al-Qur’an dibacakan kemudian shalawat Nabi dikumandangkan. Penuh sesak Mushalla al-Qana’ah dengan jama’ah, menunggu kehadiran muballigh yang pada suasana itu berpredikat penghulu viral yang sedang kondang. Ustadz Anas Fauzi, seorang yang telah banyak berjasa menjembatani pasangan-pasangan yang berniat menjalani ibadah terpanjang dalam kehidupan, melangsungkan akad nikah dan berharap sakinah, mawaddah, warahmah.

Rintik hujan mulai turun, Kyai Zainal Arifin dan para santri menyambut kedatangan Ustadz Anas dengan takdzim penuh santun. Ustadz Anas naik ke Mushalla al-Qana’ah dan setelah dipersilahkan untuk berceramah tak lupa beliau menyapa seluruh jama’ah. Humor renyah dan rangkaian kata indah beliau sampaikan. Mengajak para jama’ah untuk merenungkan betapa Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh dengan kasih dan sayang. Amal kebaikan sekecil apapun pahalanya dilipatgandakan, fadhilahnya pun ditambahkan, sebaliknya dosa sebesar apapun sangat mudah untuk mendapatkan ampunan.

Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, melalui Rasul-Nya Dia sampaikan bahwa ada dua amal yang bisa menghapuskan dosa sebesar dan sebanyak apapun jumlahnya.

Iman didalam hati dan istiqamah dzikir kepada Ilahi

Dzikir kepada Allah, mengingat dan menyebut nama agung-Nya, membuat Dia lebih sayang dan perhatian kepada mahluk-Nya. Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segalanya. Iblis selalu mencoba membuat manusia lalai terhadap Tuhannya, bahkan hingga saat berbuat baikpun masih sempat-sempatnya iblis membelokkan niatnya. Manusia yang memang dasarnya memiliki nafsu yang mudah dikendalikan oleh iblis, seringkali salah niatan dalam melakukan suatu amalan.

Tenang para jama’ah memperhatikan wejangan dari Ustadz Anas di Bale Wedhar Mushalla al-Qana’ah. Suara gemericik air hujan yang turun, seakan ingin berebut mendengarkan tausiyah beliau. Saat itu Ustadz Anas menyampaikan bahwa suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW - teladan umat yang siap memberi syafaat, sedang berbincang dengan Abu Bakr ash-Shiddiq R.A di waktu senggang. Abu Bakr ash-Shiddiq mengatakan bahwa ia terbiasa berdzikir dengan lafadz tahlil dan istighfar, dan menanyakan pendapat Rasul tentang apa yang terbiasa ia lakukan tersebut.

Rasulullah SAW menyampaikan bahwa setan mengaduh saat mendengar Abu Bakr ash-Shiddiq RA berdzikir, karena betapa indah dan agungnya kalimah tahlil dan istighfar. Setan seakan lemas tiada daya saat mendengar keduanya dibaca. Setan akan lemah tak berdaya ketika mendengar ucapan indah dua kalimah itu. Bergembira dan bahagialah Abu Bakr ash-Shiddiq RA mendengar penuturan Nabi SAW. Sesampainya di rumah, Abu Bakr ash-Shiddiq RA menyampaikan kepada keluarganya, agar jangan sampai meninggalkan wirid kalimah tahlil dan istighfar.

Pernah suatu ketika Abu Bakr ash-Shiddiq RA berjalan di padang pasir kota Mekkah. Siang yang terik, panas matahari yang tak kenal kompromi. Di tengah padang pasir, Abu Bakr ash-Shiddiq RA melihat sebuah batu besar menindih tubuh hitam legam yang terikat, sambil mulut dari pemilik tubuh itu mengatakan ahad ... ahad ... ahad. Sungguh perbuatan yang tidak manusiawi, sudah tubuh hitam legam ditindih batu besar ditengah teriknya padang pasir, masih ditambah cambukan dari orang di sekitarnya. Tak lain si tubuh hitam itu adalah Bilal bin Rabbah, seorang budak yang kukuh menyatakan keimananannya kepada agama Nabi Muhammad SAW. Budak hitam yang menolak perintah majikannya untuk menyembah kepada berhala-berhala sesembahan kaum kafir Quraisy.

Tak kuasa Abu Bakr ash-Shiddiq RA melihat hal itu, dengan segera ditemuinya majikan dari budak yang tersiksa. Sepatah - dua patah kata basa basi dan negosiasi, tak berpikir panjang sejumlah uang dan masih ditambah harta pribadi Abu Bakr ash-Shiddiq RA  digunakan untuk menebus kemerdekaan budak yang tersiksa itu. Sejak saat itu, merdeka lah status Bilal bin Rabbah dan setia menemani serta mengikuti perintah Nabi SAW.

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu baginya. Hanya milikinya segala kerajaan dan hanya milikinya segala puji, baik yang hidup atau mati, Dialah Dzat yang kuasa atas segala sesuatu.

Sebuah kalimat yang rutin dibaca ba’dha shalat. Kalimat yang menyatakan ke-Esa-an Allah dan ke-Maha Kuasa-an-Nya. Yang dengan kalimat itu Nabi SAW berjanji, siapa yang melafadzkannya 10 kali setelah Shubuh dan 10 kali setelah Maghrib, maka akan diampuni semua dosa-dosanya.

Petir menggelegar di langit Pesantren Waqiah Indonesia, seakan mengiyakan dan memantapkan bahwa amalan pertama yang bisa menghapus dosa adalah membaca kalimat tahlil yang menyatakan ke-Esa-an Yang Maha Kuasa, bahkan setan pun bisa lemah karenanya. Ketika datang kebenaran, maka akan hancur kebatilan.

 

(To be continued)



 

Komentar