CAHAYA (itu) AL-QUR'AN

    Sore yang mendung di kota Malang, menghembuskan angin segar yang nyaman untuk membuat kebanyakan orang larut dalam selimut kehangatan. Hingga waktu Maghrib tiba, mentari telah kembali ke peraduannya dan kumandang adzan bersahut-sahutan dari masjid-masjid dan mushalla. Pun begitu pula Mushalla al-Qana'ah - Pesantren Waqiah Indonesia - Malang, puji-pujian kepada Allah dan Kanjeng Nabi dilantunkan sebelum iqamah diperdengarkan. Sebuah rutinitas tradisi Islam gaya Indonesia. Menunggu datangnya imam shalat sambil melantunkan do'a dan puji-pujian.

    Menjelang waktu Isya', sejumlah persiapan dilakukan di aula Pesantren Waqiah Indonesia. Malam itu seorang hafidz al-Qur'an, KH. Anas al-Hafidz berkenan memenuhi undangan Kyai Zainal Arifin di Waqiah Indonesia untuk berbagi tips dan memberikan motivasi agar semakin cinta kepada al-Qur'an, syukur kalau sampai mau untuk menghafal sebagian atau bahkan keseluruhan ayatnya. Sebelum malam itu, KH. Anas al-Hafidz sudah berulang kali datang ke Pesantren Waqiah Indonesia, namun kedatangan beliau adalah untuk melantunkan ayat suci al-Qur'an nderes khatmil Qur'an bil ghaib setiap hari Selasa di pekan pertama setiap bulan. 

    Tepat ba'dha shalat Isya' beberapa tamu mulai berdatangan, beberapa mahasiswa Universitas Gajayanan Malang turut hadir dalam acara malam itu. Setelah membuka acara dengan bacaan al-Fatihah, Kyai Zainal Arifin mempersilahkan KH. Anas al-Hafidz yang sedari tadi sudah duduk tawadhu' disampaing beliau untuk menyampaikan tips dan motivasi mencintai al-Qur'an dengan menghafalkan ayat-ayatnya sebagaimana yang beliau jalani saat ini.

    KH. Anas al-Hafidz adalah salah satu hafidzul Qur'an yang tinggal di kota Malang. Beliau adalah putra kota udang Sidoarjo yang hijrah ke daerah Malang karena kecintaannya terhadap al-Qur'an. Beliau mengisahkan bahwa awal beliau tertarik dan merasakan damainya bacaan ayat al-Qur'an ketika beliau mengikuti Sema'an al-Qur'an wa Dzikrul Ghofiliin JANTIKO MANTAB yang didirikan oleh waliyullah (allaahummaghfirlahu) KH. Hamim Jazuli (Gus Miek) - Kediri. Saat itu usia beliau 23 tahun, yakni pada tahun 1998. 

    Beliau berkisah bahwa saat itu beliau sedang menyimak baca'an al-Qur'an yang sedang dibacakan di acara Sema'an al-Qur'an wa Dzikrul Ghofiliin JANTIKO MANTAB, ditengah-tengah beliau menyimak, beliau merasakan kedamaian dalam jiwanya. Rasa itulah yang kemudian membuat beliau maju menghampiri orang yang membaca al-Qur'an, dan yang membuat beliau terperangah adalah orang yang sedang membaca al-Qur'an tidak memegang dan melihat mushaf. Sejak saat itu beliau berkeinginan untuk menghafalkan al-Qur'an, menjadi penjaga kalam Allah yang mulia. 

    Setahun berlalu sejak kejadian itu, beliau memutuskan untuk hijrah ke Pakis, Kab. Malang. Di daerah Sumberpasir, Pakis beliau berniat untuk menghafalkan al-Qur'an di pondok pesantren  al-Falah yang diasuh KH. Imam Maliki. Sungguh beliau KH. Anas al-Hafidz sangat beruntung, karena beliau ditakdirkan Allah menghafalkan al-Qur'an dibawah binaan KH. Imam Maliki, KH. Imam Maliki adalah santri dari KH. Syakur dari Pondok Pesantren al-Huda, Ngebruk - Sumberpucung, Kab. Malang. Sementara KH. Syakur adalah santri KH. Arwani Kudus, Jawa Tengah, dan KH. Arwani adalah santri dari KH. Munawir Krapyak, Yogyakarta. Orang-orang tersebut bukan orang sembarangan, mengingat sanad keilmuwan para beliau bersambung sampai Rasulillah SAW. 

    Alhamdulillaah, sebuah anugerah dari Allah SWT bahwa malam itu Pesantren Waqiah Indonesia kembali kedatangan salah satu orang yang menjadi penjaga risalah Kanjeng Nabi Muhammad SAW.  Suasana majelis malam itu berjalan santai, sambil mendengarkan penuturan KH. Anas al-Hafidz, para jama'ah yang datang disuguhi makanan ringan gorengan dan wedang penghangat badan. 

    Kyai Anas melanjutkan penuturannya, beliau mengatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menghafal al-Qur'an. 

  1. Sudah pernah khatam al-Qur'an binnadzar (dengan melihat tulisan atau teks ayatnya). 
  2. Dan yang terpenting adalah sudah benar makhraj bacaannya, utamanya surat al-Faatihah.
  3. Sebelum menghafal al-Quran harus memperbaiki diri. Artinya semua penyakit dzahiriyah dan bathiniyah harus dihilangkan terlebih dahulu. 
  4. Sebelum menghafal al-Quran harus bisa menata niatnya. Niat memperjuangkan al-Quran, dan mencari guru dengan sanad hafalan yang jelas.
  5. Sebelum menghafal al-Quran wajib mendapat doa restu orang tua
  6. Sebelum menghafal al-Quran harus bisa memilih teman, teman yang sama-sama menghafal al-Quran. 
    Sebelum menjelaskan tentang tiga macam teori menghafal al-Qur'an, Kyai Anas menagatakan bahwa selama awal hingga akhir beliau berada dalam proses menghafal al-Qur'an, beliau diberi ijazah oleh guru beliau, KH. Imam Maliki agar membaca do'a rabbisy rakhli  shadrii wayassirlii amrii wahlul 'uqdatam mil lisaanii yafqahuu qaulii setiap selesai shalat fardhu.

    Adapun tiga cara dalam menghafalkan al-Qur'an menurut penuturan Kyai Anas adalah : 

  1. Dihafalkan ayat demi ayat dalam satu halaman, dan diulang setiap sudah hafal ayat berikutnya. Misalnya, menghafal ayat pertama QS. al-Waqi'ah dengan cara mengucapkan lafadz ayatnya, sambil hati dan fikiran membayangkan teks dari ayat yang dilafadzkan. Jika ayat pertama sudah benar-benar hafal, maka ditambah ayat kedua dengan cara yang sama. Setelah ayat kedua juga hafal maka bacaan diulang dari ayat pertama, sebelum melanjutkan menghafal ayat ketiga, begitu seterusnya.
  2. Dihafalkan ayat demi ayat dalam satu halaman, dan diulang jika sudah hafal setiap ayat dalam satu halaman. Misalnya, menghafal ayat pertama QS. al-Waqi'ah dengan cara mengucapkan lafadz ayatnya, sambil hati dan fikiran membayangkan teks dari ayat yang diucapkan. Jika sudah benar-benar hafal, maka ditambah menghafalkan ayat kedua dengan cara yang sama. Setelah ayat kedua sudah hafal, maka ditambah ayat ketiga, begitu seterusnya hingga satu halaman mushaf. Jika sudah bisa menghafal setiap ayat dalam satu halaman mushaf, maka diulang atau dirangkai dari ayat pertama yang dihafal pada halaman mushaf tersebut. Kelemahan dari cara atau metode ini adalah, penghafal mudah terkecoh ditengah merangkai hafalannya dari ayat pertama hingga ayat terahir dalam halaman mushaf yang dihafal.
  3. Dihafalkan sesuai dengan tema yang dibahas dalam al-Qur'an. Metode ini bisa juga disebut metode tematik, artinya dalam menghafalkan ayat al-Qur'an disesuaikan dengan tema yang sedang dibicarakan didalamnya. Misalnya, ada sejumlah ayat yang menerangkan tentang wudhu', maka sejumlah ayat tersebut dihafalkan terlebih dahulu. Kemudian berpindah ke tema lain, seperti tema haji, puasa, dsb. Sebagaimana metode yang kedua, kelemahan dari metode ini adalah penghafal al-Qur'an akan kesulitan dalam merangkai susunan tema yang sudah dihafal.
    Dari ketiga metode tersebut, Kyai Anas menggunakan metode pertama, yakni menghafal ayat demi ayat dari al-Qur'an. Selain itu, beliau juga memberikan tips agar mudah dan cepat dalam proses menghafal al-Qur'an. Menurut beliau ada 3 hal yang menjadi kunci sukses menghafal al-Qur'an : 
  1. Harus bisa istiqamah waktu. Artinya seorang hafidzul Qur'an hendaknya bisa disiplin dalam mengatur waktunya. Waktu menambah hafalan, waktu muraja'ah, dan waktu untuk kegiatan yang lain. Kyai Anas menuturkan bahwa, dahulu ketika beliau dalam proses menghafal al-Qur'an, setiap selesai shalat Dzuhur beliau tidak makan dan tidak minum sebelum bisa nderes 5 juz. Begitu pula di malam hari, beliau tidak tidur sebelum membaca target hafalannya minimal 7 kali dengan tartil. Selain itu, menurut beliau, waktu yang baik untuk menambah hafalan adalah jam 2 pagi sampai jam 7 pagi.
  2. Harus bisa mewajibkan diri untuk shalat malam. Kyai Anas menuturkan bahwa dalam menghafal al-Qur'an beliau biasa menambah hafalan setelah shalat malam, atau paling tidak ba'dha shalat Shubuh sampai jam 7 pagi. 
  3. Menggunakan 1 mushaf yang tetap dalam proses penghafalan al-Qur'an. Masing-masing percetakan mushaf al-Qur'an memiliki standard yang berbeda dalam membagi ayat-ayat al-Qur'an kedalam jumlah halaman setiap juz-nya. Adapun mushaf yang mudah untuk digunakan menurut Kyai Anas adalah mushaf standard Kudus karena dalam setiap juz-nya terbagi menjadi 10 lembar atau 20 halaman. 
    Begitu luar biasa penjelasan dari Kyai Anas al-Hafidz malam itu, dan beliau menekankan bahwa ketika menghafal al-Qur'an jangan sekali-kali mendekati apalagi melakukan maksiat. Jika seorang hafidzul Qur'an baik yang sudah 30 juz atau dalam proses penghafalan melakukan maksiat maka akan hilang hafalannya, atau paling tidak dia akan kesulitan dalam menghafal. Godaan nafsu pasti datang, oleh karena itu kemballi lagi bahwa kunci utamanya adalah disiplin. Dari bekal disiplin itulah, atas berkat rahmat Allah SWT dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun, KH. Anas al-Hafidz bisa menyelesaikan proses penghafalan al-Qur'an. 
    Al-Qur'an tidak akan mau masuk kedalam hati orang - orang yang bermaksiat, kalau toh ada orang yang hafal al-Qur'an namun perbuatannya tidak sejalan dengan akhlak yang dicontohkan al-Qur'an, maka al-Qur'an tidak terletak di hatinya, al-Qur'an hanya terletak di fikirannya. Gelap hatinya, tersesat jalan pemikirannya, dan (na'udzubillah) celaka hidupnya. 
    Seiring dengan jarum jam yang terus berdetak, waktu bergulir menuju pukul 9 malam. Beberapa jama'ah yang berstatus mahasiswi harus segera kembali ke kos masing-masing. Pun begitu pula acara malam itu, KH. Anas al-Hafidz memberikan do'a agar semua yang hadir bisa cinta terhadap al-Qur'an dan ditutup dengan do'a surat al-Faatihah secara berjama'ah yang dikomandoi Kyai Zainal Arifin dengan khidmat. 
    Semoga Allah SWT memberikan hidayah-Nya kepada kita semua, minimal dengan cinta terhadap al-Qur'an dan mau mendengar dan mengamalkan akhlak al-Qur'an. Aamiin al-Faatihah ....



 

Komentar