Manusia sebagai mahluk Tuhan selalu mencari cara agar bisa menemukan Tuhannya, ada yang dengan ritual, ada yang dengan cara kerja keras untuk sesama, bahkan ada yang sampai atheis karena saking resah dan gelisahnya mencari Tuhan, atau bahkan ada yang ekstrim mengamalkan ajaran suatu agama agar semakin bisa berdekatan dengan Sang Pencipta. Berbagai macam cara dilakukan manusia untuk dekat dengan Sang Pencipta.
Agama dibuat Tuhan untuk manusia agar manusia menuju-Nya dan bercinta dengan-Nya. Tapi sering manusia lupa bahwa perannya tidak hanya sebagai hamba Tuhan, ia berperan pulan sebagai rekan bagi sesamanya, sebagai suami, sebagai istri, sebagai lurah, sebagai pedagang, sebagai karyawan, dst. Bagi yang terlalu menikmati hubungan bercinta dengan Tuhan dan lupa akan perannya yang lain, maka ia tidak ingin perhatian Tuhan jatuh pada orang atau kelompok orang lain. Sehingga dengan itu ia melakukan berbagai cara agar orang lain tidak nyaman dalam bercinta dengab Tuhan dengan cara mereka.
Namun saya sedikit 'berburuk sangka', jangan-jangan mereka melakukan aksi yang mengusik ibadah orang lain hanya karena iming-iming imbalan yang diberikan Tuhan berupa surga dan segala fasilitasnya. Memang dalam semua agama diceritakan balasan Tuhan yang amat menggiurkan bagi orang-orang melakukan isi dari kitab suci-Nya. Lantas kenapa tidak ditekankan bahwa Tuhan mengasihi seluruh mahluk-Nya tanpa terkecuali ? Kenapa yang dihayati hanya konsep "agama yang paling benar adalah yang dijalankannya saat itu" padahal kebenaran mutlak adalah milik Sang Pencipta. Yang dikejar bukan cinta Tuhan, tapi nikmat surga yang merupakan ciptaan-Nya. Padahal tidak ada kenikmatan yang paling indah selain memadu kasih langsung dengan Yang Maha Pengasih, dan semua agama meyakini itu.
Agaknya perlu diluruskan kembali bahwa setiap mahluk berhak merasakan cinta dari Tuhan dan mencintai Tuhannya. Sehingga setiap orang berhak beribadah sesuai ajaran agamanya, tanpa mengusik kekhusyukan orang lain yang sedang beribadah pula. Sebagaimana kita tinggal di Indonesia ini yang punya Pancasila dan UUD '45 sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara. Yang mana kehidupan beragama dan hubungan umat beragama juga diberi pedoman yakni sila pertama dan pasal 29 UUD '45.
Kebetulan penulis beragama Islam, jadi tulisan ini dari perspektif Islam yang dipahami penulis. Kita sering menjumpai di media massa atau bahkan disekitar kita, bahwa ada penganut agama A disalahkan oleh penganut agama B, penganut agama B mmenyalahkanpen penganut agama C, ataupun sebaliknya, begitu seterusnya. Sebagaimana saya tulia di awal bahwa semangat melakukan ajaran agama yang beragama yang berlebihan dan salah cara, mengakibatkan terjadinya disharmoni dengan pemeluk agama lain. Ada yang sampai melakukan pembunuhan, teror bom, intimidasi, dll.
Paham-paham ekstrim tersebut mencapai puncak keinginan untuk memimpin dunia dengan menerapkan hukum syariat Allah dimuka bumi. Memang benar dalam QS. al-Baqarah ayat 30 disebutkan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah dimuka bumi dan di QS. Ali Imran ayat 110 dikatakan bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang diciptakan Tuhan, serta masih banyak lagi dalil yang mengatakan bahwa umat Islam adalah umat yang menjadi umat paling baik dan benar, serta akan menjadi pemimpin dunia. Berbekal pemahaman demikian, maka banyak kelompok yang ingin mewujudkan hal itu, ingin memimpin dunia.
Sayangnya pemahaman dan semangat itu tidak dibarengi dengan ruh Islam, yakni keselamatan dan kasih sayang bagi seluruh alam. Kalau seluruh alam berarti siapapun dan mahluk apapun hendaknya hidup dalam bingkai kedamaian Islam. Bukan berarti memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam, sebab Islam tidak mengenal paksaan dalam menjalankan agama, kecuali dalam hal-hal tertentu.
Kalau demikian terus-menerus dibiarkan maka kehidupan akan kembali ke jaman purba, dimana manusia saling membunuh untuk kepentingan kelompok, sebagaimana yang dikatakan para malaikat di QS. al-Baqarah ayat 30, bahwa manusia akan selalu menumpahkan darah. Padahal Nabi Muhammad SAW selalu mengajarkan untuk menebarkan kedamaian, menjamin keselamatan, mewujudkan kasih sayang, terhadap seluruh alam.
Saat ini agama yang bersifat suci, sakral, banyak dijadikan topeng kepentingan, pintu kekuasaan, jendela penghakiman, dan pondasi kesewenang-wenangan.
Agama dibuat Tuhan untuk manusia agar manusia menuju-Nya dan bercinta dengan-Nya. Tapi sering manusia lupa bahwa perannya tidak hanya sebagai hamba Tuhan, ia berperan pulan sebagai rekan bagi sesamanya, sebagai suami, sebagai istri, sebagai lurah, sebagai pedagang, sebagai karyawan, dst. Bagi yang terlalu menikmati hubungan bercinta dengan Tuhan dan lupa akan perannya yang lain, maka ia tidak ingin perhatian Tuhan jatuh pada orang atau kelompok orang lain. Sehingga dengan itu ia melakukan berbagai cara agar orang lain tidak nyaman dalam bercinta dengab Tuhan dengan cara mereka.
Namun saya sedikit 'berburuk sangka', jangan-jangan mereka melakukan aksi yang mengusik ibadah orang lain hanya karena iming-iming imbalan yang diberikan Tuhan berupa surga dan segala fasilitasnya. Memang dalam semua agama diceritakan balasan Tuhan yang amat menggiurkan bagi orang-orang melakukan isi dari kitab suci-Nya. Lantas kenapa tidak ditekankan bahwa Tuhan mengasihi seluruh mahluk-Nya tanpa terkecuali ? Kenapa yang dihayati hanya konsep "agama yang paling benar adalah yang dijalankannya saat itu" padahal kebenaran mutlak adalah milik Sang Pencipta. Yang dikejar bukan cinta Tuhan, tapi nikmat surga yang merupakan ciptaan-Nya. Padahal tidak ada kenikmatan yang paling indah selain memadu kasih langsung dengan Yang Maha Pengasih, dan semua agama meyakini itu.
Agaknya perlu diluruskan kembali bahwa setiap mahluk berhak merasakan cinta dari Tuhan dan mencintai Tuhannya. Sehingga setiap orang berhak beribadah sesuai ajaran agamanya, tanpa mengusik kekhusyukan orang lain yang sedang beribadah pula. Sebagaimana kita tinggal di Indonesia ini yang punya Pancasila dan UUD '45 sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara. Yang mana kehidupan beragama dan hubungan umat beragama juga diberi pedoman yakni sila pertama dan pasal 29 UUD '45.
Kebetulan penulis beragama Islam, jadi tulisan ini dari perspektif Islam yang dipahami penulis. Kita sering menjumpai di media massa atau bahkan disekitar kita, bahwa ada penganut agama A disalahkan oleh penganut agama B, penganut agama B mmenyalahkanpen penganut agama C, ataupun sebaliknya, begitu seterusnya. Sebagaimana saya tulia di awal bahwa semangat melakukan ajaran agama yang beragama yang berlebihan dan salah cara, mengakibatkan terjadinya disharmoni dengan pemeluk agama lain. Ada yang sampai melakukan pembunuhan, teror bom, intimidasi, dll.
Paham-paham ekstrim tersebut mencapai puncak keinginan untuk memimpin dunia dengan menerapkan hukum syariat Allah dimuka bumi. Memang benar dalam QS. al-Baqarah ayat 30 disebutkan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah dimuka bumi dan di QS. Ali Imran ayat 110 dikatakan bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang diciptakan Tuhan, serta masih banyak lagi dalil yang mengatakan bahwa umat Islam adalah umat yang menjadi umat paling baik dan benar, serta akan menjadi pemimpin dunia. Berbekal pemahaman demikian, maka banyak kelompok yang ingin mewujudkan hal itu, ingin memimpin dunia.
Sayangnya pemahaman dan semangat itu tidak dibarengi dengan ruh Islam, yakni keselamatan dan kasih sayang bagi seluruh alam. Kalau seluruh alam berarti siapapun dan mahluk apapun hendaknya hidup dalam bingkai kedamaian Islam. Bukan berarti memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam, sebab Islam tidak mengenal paksaan dalam menjalankan agama, kecuali dalam hal-hal tertentu.
Kalau demikian terus-menerus dibiarkan maka kehidupan akan kembali ke jaman purba, dimana manusia saling membunuh untuk kepentingan kelompok, sebagaimana yang dikatakan para malaikat di QS. al-Baqarah ayat 30, bahwa manusia akan selalu menumpahkan darah. Padahal Nabi Muhammad SAW selalu mengajarkan untuk menebarkan kedamaian, menjamin keselamatan, mewujudkan kasih sayang, terhadap seluruh alam.
Saat ini agama yang bersifat suci, sakral, banyak dijadikan topeng kepentingan, pintu kekuasaan, jendela penghakiman, dan pondasi kesewenang-wenangan.
Komentar
Posting Komentar