Waktu Bukan Uang



Waktu merupakan ciptaan Tuhan yang sangat urgen bagi seluruh mahluk-Nya, ia menjadi penting bagi setiap mahluk untuk mengetahui apa-apa yang terjadi disekitarnya, termasuk manusia. Namun banyak diantara mahluk Tuhan yang lupa akan Pencipta waktu, sehingga ia korbankan apa-apa yang ada pada dirinya demi waktu, idiom yang dibangunnya adalah waktu adalah uang. Padahal uang bukan segalanya karena uang adalah hasil, Tuhan tidak mempersoalkan uang itu banyak atau sedikit, yang nanti akan diminta pertanggungjawaban adalah cara mencari uang tersebut.
            Kalau mengatakan waktu adalah uang, maka memanfaatkan waktu sama dengan memanfaatkan uang, bila tidak punya waktu berarti dia tidak punya uang, bila tidak punya uang maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Kira-kira demikian makna yang ada didalam kalimat "waktu adalah uang". Dengan idiom ini seakan-akan kita dilatih untuk mengutamakan hasil daripada proses, padahal tanpa menghayati proses maka kita tidak akan dapat menikmati hasil. Dalam artian menikmati disini ialah merasakan nikmat sejati dari sebuah perjuangan.
            Ketika idiom tersebut sudah merekah dan subur dimasyarakat, maka seakan-akan lupa waktu adalah lupa uang. Sehingga semua waktu digunakan untuk mengumpulkan uang, apapun caranya asalkan uang terkumpul. Bahkan tak jarang ada yang mengorbankan dirinya dan orang lain demi uang, pun pula ada yang mempertaruhkan kehormatannya demi uang. Uang, harta benda, kekayaan menjadi kemilau emas yang menyilaukan mata hati manusia.
            Dalam idiom lain dikatakan bahwa waktu adalah pedang, waktu adalah alat. Disini terlihat perbedaan dengan idiom yang pertama tadi. Dalam kalimat tersebut waktu adalah alat yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan jiwa dan raganya. Pemanfaatan waktu yang benar sama dengan memanfaatkan pedang dengan dengan benar pula. Disini jelas bahwa pedang bukan tujuan, pedang merupakan alat yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan, pedang digunakan untuk mencari uang, uang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalaupun tidak untuk mencari uang, pedang juga bisa digunakan untuk langsung mencari kebutuhan hidup, memotong sesuatu untuk dijadikan sebagai pengisi perut, penutup aurat, dsb. Jadi bukan uang yang menjadi segalanya.
            Kehilangan waktu berarti kehilangan pedang, ini artinya kehilangan cara mensyukuri proses hidup, padahal jelas dikatakan dalam al-Qur'an bahwa jika kita bersyukur maka Tuhan akan menambah nikmat-Nya kepada kita. Kalimat lanjuannya adalah 'jika engkau tidak bisa memanfaatkannya dengan benar, maka bisa-bisa dirimu sendiri yang akan kau bunuh'. Pemanfaatan pedang harus dengan teknik yang benar, para pendekar berguru kepada para pendekar senior untuk dapat memanfaatkan pedangnya. Begitu pula manusia, butuh bimbingan dari para guru yang waskita untuk dapat memanfaatkan waktu yang ada atasnya. Guru yang waskita bukan sembarang guru, guru waskita adalah guru yang dapat membaca keadaan masa silam, masa kini, dan masa depan. Orangnya ada didepan kita, tapi hati dan pikirannya dapat mengambil hikmah dari kejadian-kejadian masa lalu, masa kini, dan diajarkan kepada kita untuk menghadapi masa depan.
            Kalau idiom yang kedua ini yang kita pakai maka insya allah tidak ada orang yang materialis kebablas, yang kemudian sampai menjadi paham kapitalis. Sebab masing-masing menghayati proses pencarian pemenuhan kebutuhan hidup, masing-masing menghayati bagaimana perjuangan. Hidup memang perjuangan, hidup yang menjadi tujuan atau hasil adalah yang di akhirat, perjuampaan dan perjamuan dari Tuhan semesta alam. Yang pada-Nya kita berharap keridhaan-Nya.

Komentar