Suatu pagi yang lumayan cerah,
disebuah kelas seorang guru ditanya oleh seorang muridnya.
Siswa : “Pak, gimana ??
Jadi tah tugas makalahnya ?”
Guru : “Ya jadi lah, itu tugas ahir kamu, tugas buat syarat kenaikan
kelasmu”
Siswa : “Ooo, ya sudah Pak. Saya mau tanya Pak”
Guru : “Apa Le ?”
Siswa : “Enggg....
kenapa Pak ya, setiap makalah, skripsi, tesis, disertasi harus mencantumkan
pendapat-pendapat orang lain ?
Guru : “Kamu ini gimana
sih, kan sudah diterangkan, itu sudah aturan, kalau kamu nggak
mencantumkan pendaat orang lain, teori orang lain, berarti kamu nggak
ngikuti kaidah ilmiah. Apalagi kalau kamu mencantumkan pendapat orang lain
tanpa sumber dari yang kamu tuliskan itu, kamu plagiat, kamu pencuri.”
Siswa : “Ya Pak, tapi kalau
kita mencantumkan pendapat orang lain bukannya kita malah nggak bisa
merumuskan jalan pikiran kita sendiri ? Kan kita jadinya ngikut orang
lain Pak ?”
Guru : “Ya ndak gitu juga,
mencantumkan pendapat orang lain itu sebagai pembanding, biar pembaca karyamu
nanti bisa membandingkan pemikiranmu dengan pemikiran orang lain. Ya bukan
berarti kamu ngekor sama orang
lain, ya ndak. Kaidah ilmiahnya memang sudah gitu.”
Siswa : “Lhah itu
kaidah ilmiah itu siapa yang nentuin Pak ?”
Guru : “Ya ilmuwan Le, Ilmuwan-ilmuwan
profesional itu yang menentukan”
Siswa : “Pak, apakah kita ndak
bisa merumuskan standard sendiri ? Kan setiap orang punya kapasiatas
keilmuan yang berbeda-beda Pak.”
Guru : “Le, memang
keilmuan setiap orang berbeda. Misalnya gini, kalau ada orang bilang bahwa
sekolah kita ini terpencil. Kata terpencil diartikan sebagai tempat yang jauh
dari keramaian kota, susah diakses, susah ditempuh jalannya. Tapi bagi kamu
yang tinggal di belakang sekolah, apakah sekolah ini terpencil ? Ndak kan
? Nah, sementara pemerintah kabupaten ada di pusat kota, bagi mereka sekolah
kita terpencil, salah satu sebabnya juga karena mereka jarang kesini, jarang
kunjungan, dsb. Tapi mau gak mau kita harus ikut mindset itu, kita
sandang saja gelar terpencil, biar nanti kalau ada bantuan apa-apa kita bisa
daftar dan diprioritaskan, karena terpencil. Begitu juga dengan karya ilmiah,
kita ikuti saja kaidah-kaidah ilmiah yang ditentukan, kalau nanti ada yang
mengkritik kita kan bisa mengatakan bahwa kita sudah mengikuti kaidah ilmiah,
kita sudah punya landasan teori, dsb. Sehingga ndak terkesan ngawur”
Siswa : “ Berarti kita takut
dikritik donk Pak ? Kita juga melakukan pencitraan biar ndak dianggap
ngawur.”
Guru :”Iya”
Siswa :” Kok iya doank Pak ?”
Guru :”Ya iya, wong kamu
sudah ilmiah saja dikritik, apalagi ndak ikut kaidah ilmiah.”
Siswa : “Lhaaaah.... balik
kaidah ilmiah lagi Pak ?”
Guru : “Ya sudahlah, kamu
kerjakan saja tugasmu itu, biar kamu bisa rumuskan teori sendiri”
Siswa : ”Haduh... gak
tau lah Pak, Tak njajan dulu aku, belum sarapan tadi”
Guru : ”Ya sudah njajan sana, ini juga sudah jam istirahat”
Komentar
Posting Komentar